Penguasaan Diri
Penguasaan diri berasal dari kata “egkrateia” yang artinya dapat menguasai diri, memiliki kuasa atau otoritas untuk mengarahkan, memerintah atau melarang diri sendiri terhadap perbuatan dosa. Jadi yang dikendalikan adalah semua aktivitas kita yang menyangkut akal budi, emosi atau perasaan, dan kehendak atau kemauan. Apabila kita tidak dapat menguasai diri maka kita akan jatuh ke dalam berbagai perbuatan dosa. Kita akan menjadi manusia yang kasar dan tindakan kita menjadi liar. Alkitab kasih tahu kita dalam 2 Timotius 4:5, “Kuasailah dirimu dalam segala hal.”
Jika suatu hari kita terserang batuk, kita akan hampir setiap menit terbatuk-batuk. Karena itu, kita dibawa berobat ke dokter. Setelah diperiksa, dokter mengatakan obat apa yang harus diminum dan sementara waktu tidak boleh makan makanan tertentu. Tetapi, suatu sore kita melihat ada makanan kesukaan kita di atas meja. Dalam hati, kita bertanya-tanya, apakah dimakan saja makanan itu? Oh tidak, tidak, dokter sudah mengatakan tidak boleh makan makanan itu sementara waktu. Tidak lama kemudian, kita tidak lagi bisa menguasai hati kita untuk makan makanan itu, dan akhirnya kita memakannya.
Tentu saja penguasaan diri tidak menyenangkan dan sering kali perlu dilakukan dengan terpaksa karena menghindarkan kita dari hal-hal yang enak, nyaman, dan menyenangkan. Tetapi penguasaan diri adalah karakter yang menolong kita mengatasi banyak tantangan, mengalahkan kebiasaan buruk, dan menolong kita dalam melayani Tuhan (Ams. 16:32). Penguasaan diri akan menghindarkan kita dari banyak dosa.